PROBLEMA
HIDUP DAN KEHIDUPAN
(
PROBLEMA PENDIDIKAN )
Artikel ini di buat
untuk memenuhi tugas MID semester pada mata kuliah “ Filsafat Pendidikan Islam”
Oleh :
RIKA YULIATI
Pembimbing :
WIRA SUGIRTO, S.IP, M.Pd.
SEMESTER
V D
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN
) BENGKALIS
Nama : RIKA YULIATI
TTL : Bengkalis, 07 Juli 1995
Alamat : Jl. Wonosari Tengah – Bengkalis
NIM : 55 1 1 14 0099
Perguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Bengkalis
Jurusan : Tarbiyah dan Keguruan
Prodi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Semester : V D
PROBLEMA
HIDUP DAN KEHIDUPAN
(
PROBLEMA PENDIDIKAN )
Sebagaima
diketahui bahwa manusia adalah sebagai khalifah Allah di alam. Sebagai
khalifah, manusia mendapat kuasa dan wewenang untuk melaksanakan pendidikan
terhadap dirinya sendiri, dan manusia pun mempunyai potensi untuk
melaksanakannya. Dengan demikian pendidikan merupakan urusan hidup dan
kehidupan manusia, dan merupakan tanggung jawab manusia sendiri.
[1]Untuk
dapat mendidik diri sendiri, pertama – tama manusia harus memahami dirinya
sendiri. Apa hakikat manusia, bagaimana hakikat hidup dan kehidupannya. Apa
tujuan hidupnya dan apa pula tugas hidupnya. Problema berikutnya bahwa manusia
berhadapan dengan alam dan lingkungannya, dan manusia harus pula memahaminya.
Bagaimana hubungannya dengan alam dan lingkungn. Manusia hidup dalam
masyarakatnya, di mana ia harus menyesesuaikan diri di dalamnya. Manusia hidup
bersama dengan hasil cipta rasa dan karsanya ( kebudayaannya ). Manusia hidup
bersama keyakinan dan kepercayaannya, dengan pengalaman pengetahuan yang
diperolehnya dalam proses hidupnya. Sementara itu dari masa kemasa, dari
generasi ke generasi, Nampak bahwa alam lingkungannya berubah, berkembang,
pengetahuan dan kebudayaan pun berkembang, sehingga nilai – nilai pun berubah pula.
Dan tanpa dilihat dengan nyata, ternyata kualitas hidup dan kehidupannya pun
berangsur – angsur berubah menuju pada kesemprnaan ( menjadi lebih baik ).
Hal
– hal tersebut, merupakan problema hidup dan kehidupan manusia. Jadi merupakan
problema pendidikan. Menurut konsep pendidikan dalam islam ( tarbiyah islamiyah
) bahwa pada hakikatnya manusia sebagai khalifah allah di alam, manusia
mempunyai potensi untuk memahami, menyadari dan kemudian merencanakan pemecahan
problema hidup dan kehidupannya sendiri. Dengan kata lain islam menghendaki
agar manusia melaksanakan pendidikan diri sendiri secara bertanggung jawab,
agar tetap berada dalam kehidupan yang islami, kehidupan yang selamat,
sejahtera, sentosa yang diridai tuhan.
Pertanyaan
– pertanyaan tentang berbagai masalah hidup dan kehidupan manusia sebagaimana
dikemukakan di atas, memang merupakan tantangan bagi manusia untuk menjawabnya.
Jawaban terhadap pertanyaan – pertanyaan hakiki tersebut, akan menjadi dasar
bagi pelaksanaan dan praktek pendidikan. Ketetapan jawaban pertanyaan –
pertanyaan tersebut, akan mampu merumuskan tujuan pendidikan secara tepat, dan
hal ini akan mengarahkan usaha – usaha kependidikan yang tepat pula. Di sinilah
letak peran filsafat pendidikan.
[2]Perkembangan
filsafat ( pemikiran filsafat ) dalam dunia islam, telah menghasilkan berbagai
macam alternative jawaban terhadap berbagai macam pertanyaan – pertanyaan
hakiki problema hidup dan kehidupan manusia tersebut. Jawaban terhadap
pertanyaan – pertanyaan tentang hubungan manusia dengan tuhan, tentang
keyakinan dan kepercayaan hidup, telah menimbulkan ilmu Tasawuf, Ilmu Fiqh,
adalah merupakan kodifikasi dari jawaban terhadap pertanyaan – pertanyaan
tentang apa dan bagaimana nilai – nilai dan norma – norma kehidupan dan tingkah
laku. Dan jawaban – jawaban terhadap pertanyaan – pertanyaan tentang alam
semesta dan hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya, menghasilkan
berbagai macam ilmu pengetahuan.
Ilmu
– ilmu tersebut berhasil di kembangkan dalam dunia islam, dengan menggunakan metode
yang khas islami, yaitu metode ijtihad. Ijtihad adalah menggunakan segenap daya
akal dan potensi manusiawi lainnya untuk mencari kebenaran dan mengambil
kebijaksanaan, dengan bimbingan al-quran dan sunnah nabi SAW. Musthofa Abd al-Raziq, menyatakan “ al –
ijtihadu bi al-ra’yi huwa bidayatu al-nadhari al-aqli”, ijtihad dengan
menggunakan daya mampu akal adalah merupakan dasar bagi terbentuknya pola
berfikir rasional.
Metode
ijtihad , sebagai metode khas filsafat islam, memang telah mengalami
perkembangan dan para ulama serta filosofi islam menggunakannyasecara
bervariasi. Pada dasarnya ijtihad bersumber pada al – quran sebagai wahyu allah
dan al – sunah sebagai penjelasan dan penjabarannya. Tetapi para ulama dan
filosofi islam berbeda – beda dalam cara penggunaanya sebagai sumber pemikiran
dan ijtihadnya. Perbedaan tersebut pada hakikatnya bersumber dari perbedaan
dasar filosofi yang mendasarinya. Ulama dan filosof dari kalangan Mu’tazilah
misalnya, berpandangan bahwa hakikat al – quran adalah makhluk, baru,
sebagaimana alam lainnya. Alam berkembang, berubahan dan kebenaran – kebenaran
yang diperoleh manusia dari alam pun merupakan kebenaran yang relative,
sementara. Demikian pula kebenaran dan pengetahuan yang didapatkan dari al –
quran pun merupakan kebenaran yang relative. Al – sunnah sebagai penjabaran
dari kebenaran al – quran ( penafsiran ) menunjukkan
pada kebenaran dan kesesuaian dengan zamannya. Oleh karenanya penafsiran
terhadap Al – Quran pun dapat berkembang. Sedangkan kalangan Ahlu al – Sunnah
pada umumnya berpandangan bahwa hakikat Al – Quran adalah kalamullah yang
qadim dan abadi. Dengan demikian
kebenaran – kebenaran yang terdapat di dalamnya adalah kebenaran yang abadi,
kebenaran yang tak tersentuh akal pikiran manusia yang relative. Sebagai
konsekuensi penafsiran Al – Quran dengan menggunakan akal pikiran adalah
masalah tabu dan di larang. Ijtihad hanya diperbolehkan selama tidak menyentuh
hal – hal yang sudah tercantum dalam Al – Quran dan sudah dijelaskan dalam Al – Sunnah. Dikalangan ulama dan
filosof dalam bidang fiqh pula berbeda – beda system ijtihadnya, yang
menghasilkan kesimpulan hukum yang berbeda – beda pula. Demikian pula
dikalangan ahli tasawuf, penggunaan system ijtihad yang berbeda, menghasilkan
tarikat yang berbeda – beda pula.
[3]Dari
uraian di atas Nampak jelas bahwa dalam filsafat islam telah berkembang metode
– metode filosofis dan aliran – aliran filsafat yang beraneka ragam, yang
kesemuanya memberikan arah dan mempengaruhi jalannya pertumbuhan dan perkembangan
umat islam, baik secara individu maupun secara ijtima’I ( dalam arti umat islam ). Dengan kata lain
metode dan system serta aliran filsafat islam tersebut mempengaruhi, bahkan
mengrahkan jalannya pendidikan di kalangan umat islam.
Filsafat
islam dalam memecahkan problema pendidikan islam ( problema pendidikan yang di
hadapi umat islam ) dapat menggunakan metode – metode antara lain :
1.
Metode
spekulatif dan konemplatif yang merupakan metode utama dalam
setiap cabang filsafat. Dalam system filsafat islam disebut tafakur. Baik
kontemplatif maupun tafakur, adalah berpikir secara mendalam dan dalam situasi
yang tenang, sunyi, untuk mendapatkan kebenaran tentang hakikat sesuatu yang
dipikirkan. Dan oleh karenanya berkaitan dengan masalah – masalah yang abstrak,
misalnya hakikat hidup menurut islam, hakikat iman, islam, sifat tuhan, takdir,
malaikat dan sebgai nya.
2.
Pendekatan
normative. Norma artinya nilai, juga berarti aturan
atau hukum – hukum. Norma menunjukan keteraturan suatu system. Nilai juga
menunjukkan baik buruk, berguna tidak bergnanya sesuatu. Norma juga akan
menunjukkan arah gerak suatu aktivitas.
3.
Analisa
Konsep yang juga
disebut sebagai analisa bahasa. Konsep, berarti tangkapan atau pengertian
seseorang terhadap sesuatu obyek. Pengertian seseorang selalu berkaitan dengan
bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan pengertian tersebut. Pengertian tentang
suatu obyek dirumuskan dalam bentuk definisi yang menggunakan bahasa pada
hakikatnya merupakan kumpulan dari pengertian –pengertian, dari konsep – konsep.
Ajaran islam penuh dengan konsep – konsep filosofis tentang hidup dan kehidupan
manusia, seperti iman, islam, ihsan, amal shaleh, takwa, bahagia, dan
sebagainya. Semuannya adalah menjadi problema pendidikan.
4.
Pendekatan
Historis. Historis merupakan sejarah. Yaitu mengambil
pelajaran dari peristiwa dalam pandangan kesejarahan terjadi karena hubungan
sebab akibat, dan terjadi dalam suatu setting situasi kondisi dan waktunya
sendiri – sendiri. Dalam system pemikiran filsafat, pengulangan sejarah (
peristiwa sejarah ) yang sesungguhnya tidak mungkin terjadi. Dalam system
filsafat islam, penggunaan sunnah nabi sebagai sumber hukum, penelitian –
penelitian akan hadis – hadis yang menghasilkan pemisahan antara hadis yang
palsu dan hadis sahih, pada hakikatnya merupakan contoh praktis dari penggunaan
analisa historis dalam filsafat pendidikan islam.
5.
Pendekatan
ilmiah terhadap masalah actual, yang pada hakikatnya
merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari pola berpikir rasional, empiris
dan eksperimental yang telah berkembang pada masa jayanya filsafat dalam islam.
Usaha mengubah keadaan atau nasib, tidak mungkin bisa terlaksanakan kalau
seseorang tidak memahami permasalahan – permasalahan actual yang dihadapinya.
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha untuk mengubah dan mengarahkan keadaan
atau nasib tersebut. Dan ini adalah merupakan problema pendidikan islam masa
sekarang.
6.
Dalam
system filsafat islam, pernah pula berkembang pendekatan
yang sifatnya komprehensif dan terpadu, antara sumber sumber naqli, akli dan
imani, sebagaimana yang Nampak dikembangkan oleh al – Gazali. Kebenaran yang
sebenarnya, yaitu kebenaran yang diyakininya betul – betul merupakan kebenaran.
Kebenaran yang mendatangkan keraguan – keraguan. Untuk mencapai kebenaran yang
benar – benar yang diyakini, harus melalui pengalaman dan merasakan. Pendekatan
ini, lebih mendekati pola berpikir yang empiris dan intuitif.
Demikian,
beberapa pendekatan filosofis yang mungkin digunakan dalam memecahkan
problematika pendidikan di kalangan umat islam. Adapun pendekatan mana yang
kiranya efektif dan efisien tentunya tergantung kepada sifat, bentuk dan cirri
khusus problema yang dihadapinya. Yang jelas bahwa masalah pendidikan adalah
masalah manusia yang menurut ajaran islam adalah merupakan khalifah allah dan
memiliki potensi – potensi manusiawi, maka pendekatan filsafat pendidikan
islam, haruslah pendekatan yang melibatkan seluruh aspek dan potensi manusiawi.
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa
Abd. Al Raziq, 1959. Tamhid Li Tarikh Al
Falsafah al Islamiyah, Lajnah al Ta’lif wat arjamah wal nasyr, al Qohiroh.
Imam
Barnadib, 1982. Filsafat Pendidikan (
Pengantar Mengenai Sistem dan Metode), Yayasan Penerbit FIK IKIP Yogyakarta.
Dra. Zuhairini, dkk. 2012. Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara :
Jakarta.
[1] Mustafa Abd. Al Raziq, Tamhid Li Tarikh Al Falsafah al Islamiyah, Lajnah
al Ta’lif wat arjamah wal nasyr, al Qohiroh, 1959. Hal 132.
[2] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan ( Pengantar Mengenai
Sistem dan Metode), Yayasan Penerbit FIK IKIP Yogyakarta, 1982, hal. 89
[3]
Dra. Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara :
Jakarta. 2012. Hlm. 131
Tidak ada komentar:
Posting Komentar